Ihwal Pembatalan Perda

Ihwal Pembatalan Perda

Saldi Isra ;   Guru Besar Hukum Tata Negara dan Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang
                                                         KOMPAS, 27 Juni 2016

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Sebagai bagian dari pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah, menteri dalam negeri dan gubernur, dalam posisi sebagai wakil pemerintah pusat di daerah, telah membatalkan lebih dari 3.000 peraturan daerah. Tidak semua jenis produk hukum daerah, peraturan daerah yang dibatalkan tersebut hanya terkait dengan investasi, retribusi, pelayanan birokrasi, dan masalah perizinan.

Pembatalan peraturan daerah (perda), baik provinsi maupun kabupaten/ kota, bukanlah sesuatu persoalan baru dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sebelumnya, meskipun sulit melacak jumlah yang pasti, dalam tenggat 2002-2009, hampir 2.000 perda telah dibatalkan. Kemudian, triwulan I-2011, lebih dari 400 perda dibatalkan. Sekiranya pengawasan pemerintah pusat berjalan normal, jumlah produk hukum daerah yang dibatalkan/revisi tentunya akan bertambah.

Ketika jumlah pembatalan fantastis yang dilakukan Mendagri Tjahjo Kumolo menyeruak ke permukaan, pertanyaannya: apakah angka yang dirilis tersebut jumlah baru atau termasuk di dalamnya jumlah yang telah dibatalkan sebelumnya. Andaikan jumlah tersebut merupakan angka baru, bagaimanakah tindakan/upaya preventif yang dilakukan Kemendagri selama ini? Pertanyaan terakhir tentunya dapat pula dialamatkan kepada gubernur yang juga memiliki wewenang dalam mengawasi perda kabupaten/kota.

Posisi perda

Meskipun Undang-Undang Dasar 1945 mengakui kekhususan dan keberadaan daerah-daerah, pendiri negara sama sekali tidak mencantumkan posisi perda di dalam hukum dasar. Begitu pula, Ketetapan (Tap) MPRS No XX/MPRS/1966 yang pertama sekali mengatur sumber hukum mengatur tata-urutan peraturan perundang-undangan, perda pun tidak termasuk dalam jenis dan hierarki perundang-undangan. Sepanjang kekuasaan sentralistik Orde Baru, perda tidak pernah menjelma menjadi produk hukum yang merepotkan pemerintah pusat.

Dengan terjadinya perubahan paradigma hubungan pusat dan daerah melalui UU No 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah, perda berubah menjadi produk hukum yang mendapat "perhatian khusus" pemerintah pusat. Sebagai instrumen penggerak otonomi daerah, perda menggeliat dalam menampung hampir semua aspirasi daerah yang tersumbat selama Orde Baru. Sekalipun UU No 22/1999 telah membuat batasan bahwa perda tak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan lebih tinggi, euforia otonomi daerah melumpuhkan demarkasi ini.

Berbeda dengan Tap MPR No XX/MPR/1966, di tengah euforia otonomi daerah, Tap MPR No III/MPR/2000 menempatkan dan memosisikan perda dalam tata urutan peraturan perundang-undangan. Pasal 3 Ayat (7) Tap MPR No III/MPR/2000 menyatakan bahwa perda merupakan produk hukum untuk melaksanakan aturan hukum di atasnya atau aturan hukum yang lebih tinggi. Dengan posisi demikian, perda terikat dengan logika hierarki, yaitu ketentuan hukum yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan ketentuan hukum yang lebih tinggi. Namun, dalam ketentuan yang sama, dinyatakan pula bahwa perda dimaksudkan untuk menampung kondisi khusus daerah bersangkutan. Hanya hitungan bulan pasca berlakunya Tap MPR No XX/2000, hasil Perubahan Kedua UUD 1945 (2000) menempatkan perda sebagai salah satu produk hukum yang secara eksplisit diatur konstitusi. Ihwal ini, Pasal 18 Ayat (6) UUD 1945 menyatakan bahwa pemerintahan daerah berhak menetapkan perda dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Dengan diposisikan sebagai hak, perda berkembang menjadi instrumen penting dalam menjalankan otonomi daerah.

Posisi perda semakin sentral dengan adanya penegasan yang memperjelas keberadaannya dalam pelaksanaan otonomi daerah. Misalnya, penegasan tersebut dapat dilacak dalam UU No 12/2011 (sebelumnya UU No 10/2004) tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Sebagai dasar hukum hierarki peraturan perundang-undangan, UU No 12/2011 menyatakan bahwa perda berisikan materi dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Apabila ditelaah Pasal 18 Ayat (6) UUD 1945 dan UU No 12/2011, sadar atau tidak, substansi "penyelenggaraan otonomi daerah dalam menampung kondisi khusus daerah" terasa jauh lebih menonjol dibandingkan dengan "pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi". Kerumitan semakin terasa ketika konstitusi menyatakan perda sebagai hak pemerintahan daerah dan pada titik tertentu hak tersebut bertemu dengan ketentuan Pasal 18 Ayat (5) UUD 1945 yang menyatakan pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-seluasnya.

Optimalisasi konsultasi

Ketika substansi perda sangat mungkin bergerak lebih dominan pada otonomi daerah dan menampung kondisi khusus daerah, tindakan koreksi menjadi suatu keniscayaan. Dalam hal ini, sebagai produk hukum yang berada pada hierarki lebih rendah, antisipasi awal adalah larangan umum bahwa perda tak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Larangan ini dicantumkan secara eksplisit dalam UU No 12/2011 dan UU No 23/2014. Tidak cukup dengan larangan umum, UU No 23/2014 mengatur larangan lebih rinci. Dalam hal ini, perda tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, berupa terganggunya: (1) kerukunan antarwarga masyarakat; (2) akses terhadap pelayanan publik; (3) ketenteraman dan ketertiban umum; dan (4) kegiatan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, perda dilarang melakukan  diskriminasi terhadap suku, agama dan kepercayaan, ras, antar-golongan, dan jender. Dalam hal larangan tidak diindahkan, perda akan berujung pada pembatalan.

Sebelum pembatalan dilakukan, tindakan preventif yang disediakan, rancangan perda provinsi harus mendapat evaluasi dari mendagri dan rancangan perda kabupaten/kota harus mendapat evaluasi dari gubernur. Ketika instrumen melakukan evaluasi telah disediakan, pertanyaan kritisnya: mengapa ribuan perda masih harus dibatalkan? Apakah selama ini mekanisme pengawasan Kemendagri atau pemerintah provinsi tidak berjalan sebagaimana mestinya? Pertanyaan kritis ini terasa makin penting karena selama ini daerah (baca: DPRD dan pemerintah daerah) hampir selalu berkonsultasi dengan Kemendagri dalam pembentukan perda.

Pada titik itu, pusat harusnya berupaya mengoptimalkan mekanisme konsultasi yang dilakukan daerah. Alasannya, selama ini daerah lebih banyak berkonsultasi ke Kemendagri, tetapi dalam melakukan evaluasi rancangan perda provinsi tentang pajak daerah dan retribusi daerah mendagri akan berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. Sementara itu, evaluasi rancangan perda provinsi tentang tata ruang daerah, mendagri berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang tata ruang. Jika evaluasi melibatkan kementerian lain, harusnya ketika daerah berkonsultasi, kementerian lain juga dilibatkan.

Persoalan lain yang harus menjadi perhatian, sangat mungkin daerah kesulitan dalam membentuk perda, terutama yang terkait investasi, retribusi, pelayanan birokrasi, dan masalah perizinan, karena pengelolaan pemerintah pusat tak dilakukan dalam satu tangan. Telah menjadi pengetahuan umum, sejumlah kementerian negara yang memiliki kepentingan dengan perda. Kondisi demikian menjadikan daerah dalam posisi terombang-ambing dalam menyusun substansi perda.

Namun, apabila dibaca UU No 23/2014, langkah preventif itu lebih banyak ditujukan pada perda yang mengatur RPJPD, RPJMD, APBD, perubahan APBD, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, pajak daerah, retribusi daerah, dan tata ruang daerah. Buktinya, ribuan perda yang dibatalkan mendagri dan gubernur hanya berkaitan dengan investasi, retribusi, pelayanan birokrasi, dan masalah perizinan. Padahal, jenis perda yang menabrak larangan sebagaimana diatur UU No 12/2011 dan UU No 23/2014 jauh lebih bervariasi nyaris tidak menjadi perhatian.

Obyektivitas upaya keberatan

Di luar masalah konsultasi yang tidak bisa dioptimalkan, pedoman dalam menyusun perda, peraturan yang dibuat pemerintah pusat pun tidak tunggal. Misalnya, adanya Peraturan Presiden No 87/2014 sebagai pelaksanaan UU No 12/2011 yang sebagian substansinya mengatur ihwal pembentukan produk hukum daerah. Selain itu, untuk melaksanakan UU No 23/2014, dibentuk Peraturan Mendagri No 80/2015 yang juga mengatur pembentukan produk hukum daerah. Terkait pembatalan perda, kedua aturan ini tidak memudahkan daerah karena sebagian substansinya memiliki perbedaan.

Perbedaan paling menonjol adalah terkait upaya keberatan yang dapat dilakukan daerah setelah perda dibatalkan. Dalam hal ini, Perpres No 87/2014 menyatakan bahwa terhadap pembatalan perda, daerah dapat mengajukan keberatan ke Mahkamah Agung. Apabila keberatan dikabulkan, pembatalan tidak memiliki kekuatan mengikat. Sementara itu, UU No 23/2014 dan Peraturan Mendagri No 80/2015 menyatakan, apabila tidak menerima pembatalan perda provinsi, gubernur dan/atau DPRD dapat mengajukan keberatan kepada presiden melalui menteri sekretaris negara. Begitu pula, jika tidak menerima pembatalan perda kabupaten/kota, bupati/wali kota dapat mengajukan pembatalan kepada mendagri melalui Direktur Jenderal Otonomi Daerah.

Dengan adanya dua aturan yang memiliki substansi yang tidak harmonis, daerah akan menghadapi masalah dualisme apabila hendak memilih upaya mengajukan keberatan terhadap pembatalan perda. Karena keduanya merupakan produk hukum yang masih berlaku, harusnya daerah dapat mengajukan keberatan dengan memilih kedua jalur yang tersedia. Masalahnya, bagaimana seandainya hasilnya kedua lembaga penilai keberatan tersebut bertentangan satu sama lain?

Dalam konteks itu, harus diakui, logika pengajuan keberatan yang diatur dalam Perpres No 87/2014 sebagai pelaksana UU No 12/2011 menjadi lebih tepat. Karena pembatalan dilakukan oleh pemegang kekuasaan eksekutif, penilaian keberatan harusnya dilakukan lembaga lain. Ketika memilih Mahkamah Agung, perpres tersebut berupaya menjaga makna penting mekanisme checks and balances dalam menilai perda. Sementara itu, pilihan dalam UU No 23/2014 sangat mudah terjebak dalam logika "jeruk makan jeruk". Artinya, obyektivitas penilaian hasil keberatan dengan mudah dipersoalkan.

Selain obyektivitas, pilihan UU No 23/2014 membuka ruang mengajukan keberatan pembatalan perda kepada presiden akan menambah tumpukan pekerjaan baru presiden. Bisa dibayangkan, sekiranya setengah saja dari jumlah perda yang dibatalkan mendagri diajukan keberatan, betapa sibuknya kantor presiden. Kiranya, masalah ini tidak diperhitungkan secara cermat ketika merumuskan UU No 23/2014. Terlepas dari rangkaian catatan di atas, apresiasi sebagian masyarakat ketika Mendagri membatalkan ribuan perda bermasalah yang terkait investasi, retribusi, pelayanan birokrasi, dan masalah perizinan harus dijadikan modal untuk memperbaiki sejumlah aturan ihwal pembatalan perda. Apabila yang dibatalkan sekarang lebih mudah dinilai dan dibangun argumentasinya, perda lain yang terkait dengan soal "penyelenggaraan otonomi daerah dalam menampung kondisi khusus daerah" pasti jauh lebih rumit. Inilah sesungguhnya tantangan pembatalan perda ke depan.

0 Response to "Ihwal Pembatalan Perda"

Posting Komentar

Entri Populer

4l4y A Helmy Faishal Zaini A Prasetyantoko Abdul Hakim G Nusantara Abdul Munir Mulkhan abstraksi Abu Sayyaf - Lagi-lagi WNI Disandera Achmad Faqih Mahfudz adi adi.H Adler Haymans Manurung Agung Dwi Laksono Agus Herta Sumarto Agus Sudibyo Agustine Dwiputri Ahmad Baedowi Ahmad Suaedy Ahmad Yani Ahok Ahok - Dua Jalan bagi Ahok Menuju Pilkada 2017 Ahok - Jalan Politik Ahok Ahok - Pemimpin Pemarah Alfin Toffler - Dari Gelombang Ke-3 hingga Tesis Anti Perang Amira Paripurna analisis Anies Baswedan Antikorupsi - Gerakan Antikorupsi di Indonesia Anton Hendranata APBN-P 2016 - Optimalisasi Apple dan Windows Mobile dengan Intel XDK Apung Widadi Arif Havas Oegroseno Arissetyanto Nugroho Arya Sandhiyudha AS Laksana Asep Salahudin asia pasifik Attar australia Azyumardi Azra Bambang Soesatyo Bambang Widodo Umar Bappenas - Mengembalikan Marwah Bappenas Bencana Alam dan Ekoteologi Bencana dan Dilema Anggaran Berita Bola Bonus Demografi dan Kelas Menengah Indonesia Boy Anugerah Boy Rafli Amar Bre Redana Brexit - Analisis-Brexit dan China Brexit - Dampaknya Bagi Indonesia Brexit - Dampaknya Bagi Pasar Keuangan Global Brexit - Heboh Brexit Guncang Dunia Brexit - Keseimbangan Baru Pasca-Brexit Brexit - Menakar Implikasi Brexit Brexit - Menguji Ketahanan Ekonomi Brexit - Peringatan Brexit untuk Indonesia Brexit - Pilihan Kebijakan Ekonomi Brexit - Pilihan Ketika Fantasi Berjaya Brexit - Psikologi Rumit Inggris Brexit - Regionalisme Vs Globalisme Brexit dan Konsekuensinya BRIsat dan Disruption di Bisnis Perbankan Candra Fajri Ananda Cara Membuat Iklan POP Ads Under Sendiri pada Blog Sendiri Cara membuat isi SiteMaps Blog anda di webmaster Google Cara Membuat Keamanan Jaringan Internet dengan MAC Address terdaftar di Mikrotik Cara Menaikan Jutaan Trafik Blog Dengan Cepat Cara Menggunakan Aplikasi Remote Desktop TightVNC Hight Speed Cara Mensubmit Web atau Blogger di Google webmaster Terbaru Cara Reset template HTML blogger ke Default Cara Submit Blog di Google add URL | Crawl URL Agar Blog muncul dipencarian Google Ceramah Agama - Tiga Macam Chairul A Nidom Dahlan Iskan Deddy Mulyana Denny Indrayana Dinna Wisnu Download ISO Microsoft Windows 10 Original DPR - Lagi-lagi Korupsi Anggota DPR Dradjad H Wibowo dul Fitri - Transformasi Diri Idul Fitri Dunia Digital - Yang Terbentuk dan Yang Terbongkar Dzulfian Syafrian Eko Yulianto ekonomi Ekonomi Mudik - Mudik dan Ekonomi Daerah Emerson Yuntho Enny Sri Hartati Entertainment Farouk Muhammad Fathorrahman Ghufron filsafat Firman Noor Firmanzah Fithra Faisal Hastiadi Free Download Software Animasi 3D DAZ Studio P Free Download Software Remote HIGH Speed LAN dengan TIGHTVNC free Free Download Sofware Billing CyberIndo 1.4.7 Frega Wenas Inkiriwang Fungsi Menu ARP dimikrotik dan penjelasannya Gatot Irianto Geger Riyanto Gloria Paskibraka Goenawan Mohamad Guru - Teachers as Researcher Harga Daging Sapi - Meredam Gejolak Harga DS Hasil Skor Pertandingan Liga Inggris Helmi Arman Herry Tjahjono Hery Firmansyah hi Hiburan - "Beriman" pada Hiburan hong kong Hurriyah Ibnu Burdah ideologi Idul Fitri - Kembali pada Peradaban Idul Fitri - Makna Idul Fitri Idul Fitri - Wajah Suci Idul Fitri Indonesia 2045 Indra Tranggono Industri Pertahanan Nasional - Masa Depan IPN Inflasi Rendah - Bahaya Inflasi Rendah Info Penting Investasi - Jalan Terjal Menuju Layak Investasi Irfan Ridwan Maksum ISIS - Perang Penting Al Baghdadi islam Jean Couteau jepang JJ Rizal Jokowi - Susi - dan Kedaulatan Maritim Jorge Luis Borges dan Cerita yang Meragukan Justice Collaborator - Nestapa "Justice Collaborator" kapitalisme Kapolri Baru dan Reformasi Hukum di Polri Kasus Menteri Rini - Adu Kuat Jokowi-DPR kawasan kebudayaan Kehakiman - Kekuasaan Kehakiman Kelas Menengah - Perilaku Memilih Kelas Menengah Kesehatan Kesehatan - Pemalsuan Vaksin Balita Kewarganegaraan Ganda Khairul Rizal Kiai Sadrach - Ulama Kristen dari Jepara-Demak Komaruddin Hidayat Kompolnas - Memperkuat Kompolnas Komunikasi Politik Indonesia - Pergeseran Pola Korupsi - Lagi-lagi Korupsi Anggota DPR Korupsi Sumber Waras - KPK Vs BPK Korupsi Sumber Waras - Status Quo Audit BPK Kristanto Yoga Darmawan KTT G-7 dan Tatanan Regional Asia Timur Kumpulan Blogger Indonesia Hebat Laitul Qadar - Manusia-manusia Malam Seribu Bulan Laut Tiongkok Selatan - Diplomasi Baru Laut Tiongkok Selatan - Keputusan Arbitrase Laut Tiongkok Selatan - Silang Sengkarut Peta Lebaran - Fitri dengan Mengalami-Nya Lebaran Kebangsaan Lely Arrianie Listiyono Santoso logika M Ali Zaidan M Fajar Marta M Imam Nasef M Subhan SD Makmur Keliat Maritim - Kelautan untuk Pacu Ekonomi Martabat Bangsa Martiono Hadianto Marwan Mas Masduri Memaafkan Itu Sehat Mendalami HTB pada QoS RouterOS Mikrotik Management Bandwith Menikmati Kehidupan midle east Misteri Moh Mahfud MD Mohed Altrad - World Entrepreneur of the Year di Monaco MOS - Momentum Tumbuhkan Sikap Positif Siswa Mudah Membuat Aplikasi Android Mudik - Antara Kebutuhan dan Keinginan Mudik - Budaya Mudik Lebaran Mudik di Masa Paceklik Mudik Lebaran - Refleksi Ekonomi Mudik Lebaran dan Kekerasan Mudik vs Urbanisasi Muhamad Chatib Basri Muhammad Takdir Muhammadiyah - Harmonisasi Pikir dan Zikir Mukhamad Misbakhun Muradi Nasionalisme Indonesia - Dulu dan Kini Natuna - Kedaulatan NKRI di Laut China Selatan Natuna - RI vs RRT Ninok Leksono NU dan Kemandirian Ekonomi Umat Nurul Lathiffah Nuzululquran - Etos Ilmiah Nuzulul Quran Oce Madril Omar Mateen dan Pengakuan Seorang Gay opening pancasila Panggung Parodi - Penderitaan Sebagai Sukacita Parsel Pelayanan Publik di Kemendikbud Pembantu - Mohon maaf kepada Para Pembantu pemerintagan pemerintahan Pemimpin Karbitan - Latih Anak-anak Dijemput KBRI Pemimpin Karbitan - Minta Fasilitas KBRI-KJRI Pendidikan Dokter Layanan Primer - Kontroversi Pendidikan Iradah Puasa Penyair yang Selalu Dikutuk oleh Penguasa peradaban Perda - Anomali Pembatalan Perda Perda - Antisipasi Pembatalan Perda Perda - Gagal Paham Pembatalan Perda Perda - Kisruh Hukum Pembatalan Perda Perda - Menguji Regulasi Pembatalan Perda Pertumbuhan 7 Persen - Jalan Pintas Perubahan - Orang-Orang Hebat Pilkada Jakarta 2017 Pilkada Jakarta 2017 - Bising Komunikasi Jelang Pilkada Polisi - Bripka Seladi Potret Kemandirian Polisi Polisi dan Revolusi Mental politik Polri - Dulu Kini dan Esok Polri - Profesionalitas dan Teknokrasi Polri - Revolusi Mental dan Kepolisian Polri - Titik Balik Polri Polri vs Mafia Hukum Psikologi - Bersyukur Psikologi - Mitos Ketergantungan Puasa - Pendidikan Iradah Puasa Puasa dan Jalan Sufi Puasa dan Kesadaran Resiprokal Puasa dan Perilaku Berduri Puritanisme - Seperti Kanak-Kanak Dua Tahun Putu Setia Radhar Panca Dahana Rahman Mangussara RAPBN-P 2016 - Pentingnya Kredibilitas Razia Warteg di Serang Razia Warteg di Serang dan Perda Kontroversi Razia Warteg di Serang di Bulan Ramadan Reda Manthovani Refly Harun regionalisme Relawan Politik Religi & Motivasi René L Pattiradjawane Reza Indragiri Amriel Rhenald Kasali RI-Singapura - Arah Baru Hubungan RI-Singapura Riduan Situmorang Risma Rokhmin Dahuri Romanus Ndau Lendong Romli Atmasasmita RRT vs ASEAN - Potensi Konflik Maritim Berbahaya Said Aqil SIradj Saifullah Yusuf Saldi Isra Sampurno Samuel Mulia Sarlito Wirawan Sarwono Satoru MORI Sawitri Supardi Sadarjoen Sekolah - Andai Sekolah Ibarat Taman Serba - Serbi Silmy Karim Sobar Sutisna Sukidi Suko Widodo Sumbo Tinarbuko Sunarsip Surya Wiranto Susilo Bambang Yudhoyono Suwidi Tono Tantowi Yahya Teknologi Digital - Dilema Raksasa Teknologi Digital Teman Ahok - Ilusi Kebangkitan Masyarakat Sipil Terorisme Bandara dan Normalisasi Turki-Israel-Rusia THR dan Perburuhan Tiongkok - Ketika China Menguasai Dunia Tips Tito Karnavian - Calon Kapolri Baru Tito Karnavian - Harapan pada Budaya Tito Tito Karnavian - Kapolri Pilihan Jokowi Tito Karnavian - Polri vs Terorisme tokoh Toleransi atas Intoleransi Tom Saptaatmaja Tragedi Orlando - Self-radicalization - Lone Wolf Terrorist Tri Marhaeni P Astuti Trias Kuncahyono Triyono Turki - Istanbul 2016 dan Serangan Teroris Universitas dan Interkoneksitas Ilmu Pengetahuan uts UU Minerba - Urgensi Revisi UU Minerba Video Wasisto Raharjo Jati Wimpie Pangkahila Yayasan Sukma - Beasiswa untuk Mindanao-Aceh Yudi Latif